EkonomiHukumNasionalOpini

BRIMA dan Kontroversi Danantara: Antara Berkah atau Musibah?

×

BRIMA dan Kontroversi Danantara: Antara Berkah atau Musibah?

Share this article

Dalam peta organisasi riset di Indonesia, kehadiran Badan Riset dan Inovasi Mathla’ul Anwar (BRIMA) menjadi sorotan. Sebagai think tank dari organisasi Islam Mathla’ul Anwar, BRIMA menunjukkan keberanian yang jarang dimiliki lembaga sejenis dalam menyoroti kebijakan strategis nasional. Kritik tajamnya terhadap tata kelola, integritas, dan transparansi superholding BPI Danantara menandai peran barunya sebagai pengawas independen atas kebijakan ekonomi nasional.

Dalam webinar bertajuk “Superholding Danantara: Berkah atau Musibah?” pada Sabtu (8/3/2025), BRIMA menggandeng akademisi, ekonom, hingga praktisi hukum untuk membedah risiko besar yang mengintai proyek ambisius ini. Diskusi ini dihadiri oleh Rektor Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Prof. Andriansyah, Direktur NEXT Indonesia sekaligus Pengamat BUMN Herry Gunawan, Ekonom KADIN Ajib Hamdani, Kaprodi Ilmu Pemerintahan Untirta Shanty Kartika Dewi, serta Presiden LIRA dan Praktisi Hukum Andi Syafrani.

Keberanian BRIMA dalam Mengkritisi Kekuasaan

BRIMA bukan sekadar lembaga riset yang mengkaji kebijakan dari balik meja. Di bawah kepemimpinan Asep Rohmatullah, BRIMA tampil sebagai watchdog yang berani menguliti proyek raksasa seperti Danantara. Asep menilai bahwa Danantara bisa menjadi berkah besar bagi perekonomian nasional, tetapi tanpa pengawasan yang ketat, proyek ini juga bisa berubah menjadi bencana finansial.

“Presiden Prabowo Subianto tengah membangun citra sebagai pemimpin yang bersih dan antikorupsi. Namun, jika Danantara tidak dikelola dengan baik dan transparan, proyek ini dapat menjadi beban besar bagi pemerintahannya,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang dalam kegagalan pengelolaan investasi negara, dari skandal ASABRI, Jiwasraya, hingga kasus terbaru di Pertamina. BRIMA melihat pola serupa dapat berulang jika Danantara tidak dijalankan dengan prinsip tata kelola yang baik.

Judicial Review: Langkah Berani BRIMA

Tak hanya mengkritisi, BRIMA juga mengambil langkah konkret dengan berencana mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang No.1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi dasar hukum pembentukan Danantara. Langkah ini menunjukkan bahwa BRIMA tidak hanya sekadar memberikan wacana kritis, tetapi juga aktif dalam mengawal kebijakan negara.

“Kami akan gunakan hak konstitusional untuk mengajukan judicial review terhadap pasal-pasal yang berpotensi merugikan rakyat. Sebagai bagian dari masyarakat sipil, kami ingin memastikan pemerintah tetap berada di jalur yang benar,” kata Asep.

Keberanian BRIMA dalam mengajukan uji materi terhadap undang-undang ini menempatkannya sejajar dengan lembaga advokasi kebijakan yang lebih mapan, seperti ICW atau Transparency International. Hal ini menunjukkan bahwa BRIMA tidak segan berhadapan dengan kekuasaan demi menjaga kepentingan publik.

Mengungkap Konflik Kepentingan di Danantara

Dalam diskusi yang diadakan BRIMA, Direktur NEXT Indonesia Herry Gunawan menyoroti potensi konflik kepentingan dalam kepemimpinan Danantara. Ia mengkritisi rangkap jabatan para pejabat utamanya, seperti CEO Danantara Rosan Roeslani yang juga menjabat sebagai Menteri Investasi, serta Dony Oskaria yang selain memimpin holding operasional Danantara, juga masih menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN.

“Lihat saja pengelolanya. Mereka berperan ganda, regulator sekaligus operator. Ini jelas melanggar Undang-Undang Kementerian Negara Tahun 2008 dan Undang-Undang BUMN Tahun 2025,” ungkap Herry.

Senada dengan itu, Ekonom KADIN Ajib Hamdani menegaskan bahwa Danantara tidak boleh menjadi alat oligarki. “Jangan sampai superholding ini hanya menjadi tempat parkir dana atau ajang bagi elite untuk memperkaya diri. Harus ada pengawasan ketat dan transparansi penuh,” ujarnya.

BRIMA: Kekuatan Baru dalam Pengawasan Kebijakan Publik

Kehadiran BRIMA dalam lanskap kebijakan publik Indonesia menjadi sinyal bahwa masyarakat sipil kini semakin aktif dalam mengawasi kebijakan besar pemerintah. Kaprodi Ilmu Pemerintahan FISIP UNTIRTA, Shanty Kartika Dewi, mengingatkan bahwa kebijakan Danantara harus dikawal ketat agar tidak mengulang kesalahan investasi sebelumnya.

“Banyak undang-undang lahir secara prematur, termasuk UU BUMN terbaru yang menjadi payung hukum Danantara. Regulasi ini disahkan dalam waktu singkat tanpa masuk Prolegnas 2025. Proses seperti ini berpotensi menimbulkan masalah besar di masa depan,” ujarnya.

Dengan semakin banyaknya akademisi dan pakar yang bergabung dalam kajian-kajian BRIMA, think tank ini berpotensi menjadi kekuatan baru dalam dunia riset kebijakan publik di Indonesia.

Kesimpulan: BRIMA dan Masa Depan Kebijakan Publik di Indonesia

Sebagai organisasi riset yang baru muncul ke permukaan, BRIMA telah menunjukkan keberanian yang tidak biasa dalam mengkritisi kebijakan besar seperti Danantara. Dengan pendekatan berbasis riset ilmiah dan langkah konkret seperti judicial review, BRIMA membuktikan bahwa peran masyarakat sipil dalam mengawal kebijakan publik tidak bisa diabaikan.

Dengan lebih dari 250 peserta yang menghadiri webinar ini, perhatian publik terhadap transparansi dan efektivitas pengelolaan investasi negara semakin meningkat. BRIMA, dalam kemitraannya dengan Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA), Laboratorium Ilmu Pemerintahan UNTIRA, serta sejumlah lembaga lainnya, kini mulai diperhitungkan sebagai lembaga riset yang berani dan kredibel.

Sebagai lembaga think tank yang sedang berkembang, BRIMA berkomitmen untuk terus melakukan kajian strategis, menyuarakan kepentingan publik, dan memastikan bahwa kebijakan ekonomi nasional tetap berada di jalur yang benar. Kini, pertanyaannya adalah: sejauh mana pemerintah akan mendengarkan suara kritis dari BRIMA?

 

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *